Kamis, 04 September 2008

"Suatu Hari Yang Indah" - part 3


Di pemakaman, tampak Nura berpakaian hitam dengan kerudung hitam tipis melambai. Demikian juga Alia dan beberapa temen yang lain berpakaian gelap lengkap dengan kerudung. Rafi yang selalu disamping Nura memakai baju koko dan peci.
Setelah proses pemakaman usai, satu persatu mulai pergi meninggalkan makam.
Tinggallah Nura dan Rafi yang setia menemani.
Nura jatuh berlutut dipusara neneknya. Nura tak kuasa menahan tangis.
Rafi memegang kedua bahu Nura dan mengangkatnya berdiri. Nura pun menangis di bahu Rafi yang merangkulnya dan membawanya pergi.

Nura masih terpukul atas kematian neneknya. Dia bersandar di tempat tidurnya. Ingatannya berputar ulang.

K-kkamuuu... maaass-ssih..
puuunyaa iii-i-ibu, Nur..

(terngiang jelas kata2 neneknya sebelum menghembuskan nafasnya).

Nura langsung tertegun, menegakkan duduknya, mikir.
Nura masuk ke kamar neneknya, gamang. Perlahan ia membuka pintu lemari. Sesaat dia terdiam, berpikir, melihat dari mana akan mulai mencari.
Nura memulai pencariannya dari saft yang paling atas. Kakinya berjinjit, tangannya terulur untuk mencari sesuatu yang entah apa, ditumpukan baju-baju neneknya.
Setelah merasa di saft kedua dan ketiga pun tidak ada, Nura kembali mencari disaft yang paling bawah. Wajah Nura berubah, tanda kalau tanggannya menyentuh sesuatu. Nura menariknya, yang ternyata sebuah kotak kayu.

Dengan sangat hati-hati Nura membuka kotak kayu itu, lalu mengeluarkan isinya dengan perasaan was-was.
Pertama Nura menemukan foto seorang gadis (Ratna muda, 15-18 tahun). Nura mengernyit mikir. Lalu matanya tertumbuk pada sebuah judul artikel di sebuah koran :
ENAM BELAS TAHUN UNTUK TERDAKWA PEMBUNUHAN.

Nura mengernyit. Hatinya berdebar. Dia melihat tulisan lain : RATNASARI, PEREMPUAN PEMBUNUH! Dan foto di koran itu, yang meskipun hampir pudar, tapi wajahnya sama dengan foto yang dilihat Nura.
Tangan Nura bergetar, matanya berkaca untuk terus membaca: Pelaku pembunuhan sadis itu ternyata seorang perempuan berdarah dingin..
Nura tak sanggup lagi membacanya. Marah, kecewa, sedih, malu semuanya campur jadi satu. Nura menghamburkan semuanya dan berlari keluar sambil menangis, dengan perasaan hancur!

Tak tahan memendam sendiri, akhirnya Nura pun menceritakan semuanya pada Alia, sahabatnya.

Sepulang sekolah, saat hendak masuk rumah, kaki Nura menginjak sebuah amplop.
Lalu Nura membungkuk, mengambilnya dan membaca : Kepada Ibunda, Kurniasih.
Nura mengernyit membaca nama neneknya. Nura membalik amplop itu. Dan matanya langsung melotot seperti mau keluar saat terbaca nama : Ratnasari. Nama ibunya! Nura sangat kaget!

Tangannya bergetar saat membuka amplop itu dan membacanya.

Buu...seperti permintaan ibu..
Insya Alloh, saya akan memberanikan diri..
untuk pulang..


Tubuh Nura limbung, dia segera mencari sandaran. Tembok!

Di lain tempat.
Pintu LP yang besar dan kokoh itu terbuka.
Seorang perempuan, Ratna melangkahkan kaki keluar dari LP.
Ratna sujud mencium tanah yang dipijaknya, mengucap syukur atas kebebasnnya.

Disekolah Nura menceritakan pada Alia tentang ibunya yang akan bebas dari penjara.
Alia tampak semangat mendengar kabar itu. Nura jadi bete karena Alia terkesan membela ibunya. Nura marah karena Alia gak ngerti perasaannya. Nura enggak bisa menerima kehadiran ibunya yang tiba2. Apalagi tau ibunya seorang pembunuh dan keluar dari penjara. Alia dan Nura jadi berdebat. Nura seperti mau menangis.. kesal, marah, malu, sedih.. perasaannya campur aduk.

Ratna duduk di pelataran mesjid, tampak bimbang. Ia memeluk kedua kakinya.

Ya Alloh, apa aku sanggup bertemu dia?!
Apa kamu akan memaafkan ibu nak?!
Atau cuma akan menjadi aib?!

Tapi ibu pengen banget ketemu kamu, nak!
Ibu rindu ketemu kamu..


Ratna menerawang. Ia berpikir penuh bimbang...

Tidak ada komentar: